Hati Terangbulan
Baru saja pulang dari
dokter gigi. Saya memang harus rutin sebulan sekali ke dokter, mengingat saya
sedang memakai kawat gigi. Sepulang dari sana, gigi saya mulai merasakan cenat
cenut yang luar biasa. Kepala saya yang ikut dibawa imbasnya mendadak terasa begitu
berat, ingin rasanya menutup mata sejenak, mengistirahatkan seluruh tubuh.
Namun, saya tidak bisa melakukan itu. Ada beberapa tugas dan pekerjaan yang
harus saya lakukan, membuat saya mau tidak mau, suka tidak suka, harus melawan
rasa sakit yang menyerbu gigi dan kepala saya.
Ketika saya memasuki ruang
makan, kedua mata saya terkunci pada sebuah kotak makanan. Isi dari kotak
tersebut sempat membuat saya menelan ludah, hati saya menimbang-nimbang untuk
menyantapnya atau meninggalkan makanan itu di meja, tanpa disentuh. Terangbulan. Tidak susah untuk memutuskan. Saya memilih untuk menyantap terang bulan tersebut, persetan dengan diet,
persetan dengan berat badan, yang saya pedulikan hanyalah kelezatan terangbulan
coklat keju tersebut.
Kedua gigi bagian depan
saya baru saja mengigit ujung terang bulan, ketika pada saat yang bersamaan saya
mengeluarkannya dari mulut. Gigi saya terasa begitu ngilu, untuk mengigit
makanan empuk seperti terang bulan saja tidak bisa.
Namun, rasa sakit itu tidak
membuat saya mengembalikkan terang bulan lezat itu begitu saja. Saya memotong
dengan garpu terang bulan tersebut ke dalam beberapa bagian, lalu menyantapnya
dengan lahap. Saat mengunyah, rasa sakit itu tetap menyerbu, namun saya
berusaha "membayar" rasa sakit itu dengan kenikmatan terang bulan.
Kejadian ini seperti
memberi sebuah jawaban kepada saya. Jawaban dari pertanyaan yang selalu saya tanyakan pada diri sendiri, hingga hari ini, saya berhasil menjawabnya sendiri. Saya pernah bertanya-tanya di dalam hati,
"kenapa orang-orang di dunia ini tetap bertahan pada seseorang yang tidak
pantas dipertahankan? kenapa orang-orang di dunia ini tetap memberi kesempatan
kedua pada orang yang tidak pantas mendapatkan kesempatan itu?"
Sama seperti terangbulan.
“Kenapa saya tetap
menyantap terang bulan tersebut hingga habis, padahal, gigi saya ngilu setengah mati?”
Alasannya simple. Karena,
terang bulan telah berhasil merebut hati saya.
Saya sudah terlanjur jatuh cinta pada kenikmatan rasa terang bulan
tersebut.
Sakit memang, tapi ini masalah hati.
Tidak ada yang bisa mengaturnya.
Perasaan itu tumbuh dengan sendirinya, dan perlahan-lahan
mengubahmu tanpa kau sadari.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home