Saturday, December 19, 2015

Menunggu Saja itu Tidak Cukup

Saya suka dan akan selalu suka dengan bau rumah sakit. Entah kenapa, ada bau yang cirikhas dari sana, yang menembus indra penciuman, dan membuat saya.. tenang.

Siang ini, saya mengantar adik perempuan saya ke rumah sakit. Vivi harus memeriksakkan telinganya yang sempat ada masalah. Ceritanya bisa dibaca di bawah.

Sedikit informasi, saya senang memperhatikan sekitar. Dari raut wajah, apa yang orang kenakan, cara orang berbicara, bahkan agak menguping ketika ada dua orang atau lebih yang terlibat perbincangan seru.

Kali ini, saya memperhatikan raut wajah para pasien. Kebanyakan dari mereka memasang ekspresi datar. Sorot matanya kosong. Tidak ada senyuman yang tersungging di wajah mereka.

Saya sempat bingung mengapa ekspresi mereka se-suram itu. Lantas saya tersadar, mereka sedang menunggu. Dan menunggu memang tidak pernah menjadi aktivitas yang menyenangkan. Saya tau betul itu.

Menurut saya, rumah sakit adalah tempat dimana kesabaran sebenarnya diuji. Gimana nggak? Menunggu nomor antrian yang panjang, tanpa mengetahui kau sebenarnya akan masuk ke ruangan dokter pukul berapa. Menanti dengan sabar sambil menahan kantuk, ingin mengeluh namun kau sadar keluhanmu tidak akan membuat semuanya lebih baik.

Kesabaran. Menunggu. Siapa diantara kita yang menyukai keduanya? Kalau ada, saya salut.

"Bapak Arnold," panggil salah satu suster, lalu berdiri dari kursinya, kedua matanya mencari-cari sang pemilik nama.

Saya melihat seorang pria mengenakan kemeja berwarna hitam yang duduk tidak jauh dari saya berdiri.

Suster berkata, "maaf pak, dokter lagi operasi di rumah sakit lain. Ini juga saya baru tau, pantes aja daritadi nggak bisa dihubungin.."

Ketika kau sudah menunggu untuk waktu yang lama, berharap yang terbaik akan terjadi, tetapi dunia seolah-olah tidak menyetujuinya, lalu dengan mudahnya menghancurkan segala harapanmu. Pernahkah kau merasakan itu?

Itu yang saya tangkap dari raut wajah pria berusia sekitar tiga puluhan itu. Beliau bertanya, "selesainya jam berapa ya?"

"Wah nggak tau saya, Pak. Bisa langsung ke rumah sakit disana aja."

Sudah tidak pasti, disuru kembali menunggu. Benar kan, kata saya? Rumah sakit adalah tempat dimana kesabaran diuji.

Pria itu menganggukkan kepala dan tersenyum singkat, lalu pergi dari ruang tunggu. Langkahnya cepat dan tegas, tetapi saya sempat mendengar dengusan kesalnya.

Saya rasa, menunggu memang se-menyebalkan itu. Apalagi ketika kau tidak melakukan apa-apa. Hanya bisa menunggu. Dan ini, yang menurut saya salah.

Terkadang, menunggu saja itu tidak cukup. Kau perlu melakukan sesuatu.

Kau ingin cita-citamu terwujud? Tidak cukup hanya menunggu. Memangnya, kau kira hidup ini dongeng? Dongeng dimana kita hanya cukup menunggu bintang jatuh, dan mengirimkan permohonan, lalu semua akan terjadi sesuai yang kita minta?

Kalau kau ingin cita-citamu terwujud, lakukan sesuatu sembari kau menunggu. Latih bakatmu terus menerus, hasilkan karya sebanyak mungkin, dobrak segala pintu menuju mimpimu.

Kau ingin gebetanmu mengajakmu berbicara? Hei, menunggu saja tidak cukup. Kau perlu melakukan usaha. Gengsi untuk berbicara duluan boleh, tapi jangan gengsi melempar umpan. Cari sesuatu yang bisa membuat gebetanmu tertarik padamu. Jangan berdiam diri saja lalu menunggu keajaiban terjadi.

Kau ingin berbaikkan dengan sahabatmu? Jangan diam saja, kawan. Tidak cukup kau hanya berharap di dalam hati semua akan baik-baik saja. Kau perlu menyelesaikannya, sekarang. Bagaimana caranya? Temui orangnya. Ajak dia bicara. Jangan menyerah karena sebuah tolakan, terus kejar hingga masalahmu selesai. Kalau dia butuh waktu, beri dia waktu. Sembari menunggu, terus intropeksi dirimu, apa salahmu dan bagaimana memperbaikinya.

Kau sedang menunggu keajaiban terjadi? Ah, tolong. Kita sama-sama tau bahwa tidak ada yang namanya keajaiban di dunia ini. Kita sama-sama tau itu hanya omong kosong belaka. Hanya orang-orang naif yang mempercayainya.

Lantas, bagaimana kalau orang-orang yang berada di rumah sakit? Bukankah mereka hanya bisa menunggu?

Hei, coba lihat sekelilingmu. Mereka juga menunggu, sama halnya sepertimu. Kenapa tidak mau mencoba untuk membuka pembicaraan? Siapa tau kalian bisa saling menguatkan dengan berbagi dan bertukar cerita?

Daripada duduk dengan ekspresi datar dan sorot mata yang kosong, lama-lama, itu akan membuat pikiranmu kacau. Cobalah untuk membuka pembicaraan. Bagaimanapun juga, pikiran juga butuh diistirahatkan.

Percayalah, ada, dan akan selalu ada hal yang bisa dikerjakan. Karena sekali lagi, terkadang, menunggu saja itu tidak cukup. Kau perlu melakukan sesuatu.

Pertanyaannya adalah, maukah kamu melakukan 'sesuatu' itu?

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home